Panggil gua Rian. Malam ini hujan turun cukup lebat, gua, Diki dan Yayan berlari kecil ke saung dekat sawah rumah pak RT, kami berkumpul di saung ini untuk berbincang hangat sambil menyeruput kopi hangat, apa lagi malam ini hujan kehangatan kopi sangat nikmat menemani.
Kegiatan kami berkumpul di saung ini, di sawah ini hanya setiap malam Kamis dan Sabtu. Hari hari biasanya kami kuliah di salah satu universitas swasta di Jawa tengah. Kami hanya libur di hari Jumat dan Minggu. Senin sampai Rabu jadwal terlalu padat jadi terlalu lelah untuk berkumpul hahaha. Di malam kami berkumpul, kegiatan kami adalah mencari belut di sawah pak RT, tentu kami sudah minta izin pada pak RT untuk memancing belut di sawah miliknya. Dari hari Kamis sampai Sabtu, hanya hari Jumat yang tidak boleh. Entah apa alasannya tapi pak RT menegaskan agar kami tidak berkumpul di saung ini hanya di hari Jumat malam.
Pak RT ini orang yang ramah pada warga sekitar, rumah dua lantai tetapi tampak sederhana. Depan rumah pak RT terbentang sawah yang cukup luas untuk bercocok tanam. Dari semua hal itu ada sisi aneh dari rumah pak RT yang selalu gua, Diki dan Yayan debatkan. Yaitu di kamar kiri tepat sebelah pintu keluar, jika malam telah tiba. Dari luar terlihat lampu di seluruh rumah itu menyala kecuali di kamar itu. Dari jendela luar sama sekali tidak tampak cahaya yang menyala. Entah memang ruang itu tidak terpakai atau sudah menjadi gudang, hal ini sudah kami debatkan sejak lama tapi tidak menemukan jawabannya.
Singkat cerita. Di hari Kamis malam ini. Hujan turun cukup lebat yang kami lakukan hanya nongkrong sambil menyeruput kopi hangat. Kami tidak bisa menangkap belut seperti biasa. Padahal benang kail pancing dan umpan kodok sudah disiapkan, gua pikir hujan turun hanya sebentar. Tapi ternyata jam menunjukan pukul 11:23. Kami tak bisa berbuat apa-apa dan memutuskan untuk pulang. Ini adalah Pertama kalinya kami tidak memancing di hari Kamis
Sesampai di rumah. gua mendapat telepon dari Diki, “Ian hari ini gak dapet hasil. Agak ada yang kurang jadinya hehehe”. Yah kami berbincang biasa dalam koneksi jauh itu. Seketika Diki ngajak gua untuk mengganti hari yang gagal ini dengan Jumat malam. “Gila lu. Kalo ketauan pak RT bisa berabe urusan” jawab gua dengan cepat, “elah kita gak pernah berisik kalo lagi mancing. Jadi kalo emang setiap Jumat malem pak RT ada acara di rumahnya gak bakal keganggu, gua dah bilang ke si Yayan, dia bilang ok ok aja.” Jawab Diki. gua berpikir sejenak dan menyetujui ide tersebut. Walau perasaan gua tidak enak tapi gak mungkin gua ninggalin kawan.
Malam itu pun datang juga di Jumat malam. Semua berkumpul di rumah Yayan, karena di sana lah tempat terdekat ke saung kami. gua sedikit terlambat malam ini, penyelesaian tugas yang harus dikumpulkan hari sabtu akhirnya selesai. Dan gua langsung berangkat ke rumah yayan sesampainya di sana Diki dan Yayan sedang duduk sambil makan gorengan. Yah memang malam ini sedikit telat, karena waktu sudah menunjukkan pukul 9:57, intinya sudah jam 10. Tanpa mengulur waktu semua peralatan langsung berada di genggaman kami, dan kami langsung berangkat menuju sawah pak RT. Rumah pak RT begitu sepi dan senyap, sepeti malam biasanya, lantas mengapa kami dilarang kesini di hari jumat. Pikiran itu terlewat di benak gua. Kami memancing dan mencoba tidak berisik agar tidak ketahuan oleh pak RT.
Tak terasa tangkapan kami cukup banyak. Angin bertiup lembut malam ini pohon dan rerumputan terasa hidup karenanya, entah mengapa suasana seperti ini malah membuat gua merinding, perasaan ini mulai tidak enak, kami memutuskan untuk mengakhiri kegiatan kami. Dan waktu menunjukan pukul 01:12. Sudah cukup larut malam kami memutuskan untuk duduk di saung sejenak dan membersihkan alat alat yang kami bawa, entah angin apa yang lewat Yayan terjatuh tersungkur ke belakang sambil berteriak, aaaahh!. Dengan sigap Diki menutup mulut Yayan. “lu kenapa sih!, Gak usah cari gara gara”. Yayan hanya terdiam dan matanya tertuju pada atap rumah pak RT. “Tadi ada orang di atas situ, sumpah gua liat dia lagi ngeliatin kita. Sumpah!”. Jawab Yayan sambil ketakutan, bener perasaan gua emang udah gak enak dari awal, “udah yan tenangin diri dulu abis itu kita langsung balik”. Sambil menenangkan Yayan gua terus menatap rumah pak RT, tidak ada yang aneh walau jika di lihat terus menerus, “sumpah wujud orangnya aneh. gua liat setengah badan dia muncul dari balik atap rumah pak RT. Badan itu begitu kurus pas gua teriak orang itu seperti sembunyi di belakang atap itu” Yayan masih menceritakan apa yang dia lihat,
Tak lama pintu rumah pak RT terbuka, sontak kami loncat ke belakang saung untuk sembunyi. Yap bukan seperti khayalan kami tapi memang pak RT yang keluar, ia menatap sekitar seperti memastikan Ada orang atau tidak. Tak lama pak RT masuk kembali ke dalam rumah, kami mengelus dada dan mencoba berdiri agar dapat pulang. Tetapi sesaat kami berdiri Diki memegang bajuku erat, “kenapa lu?” Tanya gua. Dia mengangkat jari telunjuk mengarah ke atap rumah pak RT dengan tatapan ketakutan, lantas gua dan Yayan langsung melihat ke arah yang di tuju, apa yang kami lihat benar benar diluar dugaan sebuah tangan yang panjang keluar dari balik belakang genting itu, tangan yang begitu kurus tetapi cukup panjang, jujur gua sama sekali gak bisa gerakin kaki. Getaran ini begitu kuat hingga gua tak sanggup berjalan. Tangan itu menarik kembali ke balik genting rumah itu. Kami mencoba untuk lari tapi tak bisa. “Guys bagaimana jika itu adalah maling?. Kasian pak RT” tanya Yayan. “lu gila gak mungkin maling wujudnya kek gitu”. Jawab Diki dengan panik, “intinya mau gak mau kita harus kasih tau pak RT soal ini, apapun itu jika ini bersangkutan keselamatan pak RT harus kita bantu” dengan tegas gua berbicara, “tapi Ian gak malem ini juga”. Suasana makin tidak nyaman.
Akhirnya kami bulatkan tekad untuk meminta maaf dan memberitahu kan hal ini pada pak RT, kami berjalan perlahan menuju pintu masuk, sesampai di depan pintu perasaan ini semakin berat, seperti ada tekanan yang begitu hebat dari dalam. Lalu “guys lihat ada cahaya remang remang dari jendela kiri kamar pak RT” Bisik Yayan kepada kami, Yap memang benar dari malam malam yang sudah kami lewati di sini, kamar itu sama sekali tidak pernah ada cahaya, rasa penasaran gua semakin menguat, perlahan gua berjalan ke arah jendela itu dan mengintip kecil kedalamnya.
Gua gak percaya sama apa yang gua liat, kamar yang hanya diberi pencahayaan lilin itu penuh dengan sesajen dan beberapa botol yang terbuat dari tanah liat, berjejer di samping sesajen itu. Terlihat begitu jelas pak RT ada di dalam ruangan itu. Sambil duduk bersila dan menundukkan kepala seperti orang tertidur, melihat hal aneh tersebut, gua langsung mencoba memanggil teman gua yang masih berdiri menunggu di pintu, entah mengapa mereka hanya terdiam di pinggir pintu dengan tatapan terpaku ke atas kepala gua, jujur gua gak berani ngeliat ke atas tekanan ini begitu berat. Sontak gua paksa kepala ini menoleh ke atas dengan cepat. Dan tubuh ini menjadi kaku, apa yang gua liat sama sekali bukan hal yang biasa, wajah itu 20 cm berada tepat di depan wajah gua, tubuh yang menggantung dengan kaki dikaitkan ke genting, kepala yang nyaris botak tak berambut dan wajah itu begitu kurus mata itu menatap langsung ke mata gua, tubuh itu kecil tapi lengan dan kaki begitu panjang melebihi tubuhnya, gua ingin teriak tapi gak bisa, gua ingin lari tapi tubuh ini seperti tidak mengizinkan, temen gua gak bisa lakuin apa-apa mereka cuman terdiam ketakutan melihat makhluk ini
Perlahan ia menarik tubuhnya ke atas dan berdiri tetapi tetap menatap gua, sialannya tubuh gua masih gak bisa gerak!, Seketika ia menoleh ke samping kiri ke arah pemukiman warga dan menurunkan tubuhnya layaknya seekor hewan berkaki empat, lalu dia melompat dari rumah pak RT ke rumah lain, jarak rumah itu 13 meter dari rumah pak RT ia terus melompat dari rumah ke tiang listrik dan seterusnya sampai kami tidak bisa melihatnya lagi, seketika tubuh gua bisa kembali digerakan. Tak peduli ketahuan atau tidak dengan pak RT kami bertiga lari pulang menuju rumah Yayan.
Sesampainya di rumah Yayan, semua masih berkeringat dingin, gua dan Diki memutuskan untuk menginap di rumah Yayan, gua gak berani balik ke rumah kalo makhluk itu masih berkeliaran di kampung gua. yang jelas dari apa yang gua yakini bahwa mahkluk itu punya pak RT entah apa yang pak RT inginkan dengan makhluk itu.
Keesokan paginya gua dan diki pulang ke rumah masih masing, apa yang terjadi semalam masih terbayang di pikiran gua apa lagi wajah itu, entah sampai kapan akan terus ada di pikiran gua, saat gua sampai rumah, ibu gua dapet telepon dari ibunya Diki katanya orangtua Diki baru saja kemalingan setengah uangnya, Diki juga langsung ngabarin gua pas dia sampai di rumahnya, persetan dengan maling masalah semalem aja belum selesai sekarang ada lagi masalah maling di kampung ini. Dengan perasaan yang bercampur aduk, gua berjalan ke kamar mandi untuk bersiap berangkat kuliah.
END
Leave a Reply