“AAAA…”
Teriakku karena terkejut. “Ada apa Bi?” Tanya seseorang, -Chiko- aku menoleh. “Ini Ko… Ini…” ujarku sembari memperlihatkan sesuatu di laci mejaku. “Loh bukannya it-” ucapannya terhenti. “Kenapa Ko?” Tanyaku heran. Aku melambaikan tangan tepat di depan wajahnya, namun tak berhasil membuatnya merespon. Tatapan Chiko mengarah ke belakang tubuhku, seperti melihat sesuatu tapi aku hanya berdua dengan Chiko di kelas. Chiko menunduk. Karena penasaran, aku berbalik.
Deg! Jantungku seperti berhenti berdetak. Apa aku tak salah lihat? Aku mundur beberapa langkah membuatku menabrak badan Chiko. Aku dan Chiko saling memandang, cowok itu menggenggam tanganku erat. Aku membalasnya tak kalah erat. Hantu itu… Hantu itu datang lagi. Ya ampun apa yang harus aku lakukan? Hantu berwajah pucat dengan bercak darah di pakaiannya. Berambut panjang dan mengenakan baju seragam sekolah. Aku tak tau namanya yang pasti dia hantu.
“Tolong aku!”
Ucap hantu itu dengan nada lirih lalu menghilang begitu saja. Aku terduduk lemas di lantai kelas. Chiko memandangku, dia mengulurkan tangan isyarat agar aku berdiri. Aku menerima uluran tangannya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku melihat apa yang tidak manusia pada umumnya lihat. Pertama kalinya aku melihat salah satu dari ‘mereka’ saat aku masih berumur tujuh tahun. Melihat Nenek yang telah tiada.
Chiko menarik tanganku, “kita pulang!” Ajakannya itu lebih tepat disebut sebagai perintah tegas yang tak bisa diprotes. Aku mengangguk, menurut saja. Selama perjalanan pulang aku hanya diam. Memikirkan kenapa aku selalu dihantui oleh ‘mereka’.
“Bi…” Ucap Chiko memecah keheningan. Aku tersentak. “Udah sampai.” Ucapnya lagi. “Yaampun maaf Ko, aku melamun. Untung aja aku ga bablas.” Aku memberhentikan langkah. Yap, kami memang biasa berangkat-pulang sekolah jalan kaki. Chiko menggeleng maklum, “jangan kebanyakan melamun. Ga baik.” Ucapannya itu membuatku sedikit eng… Salting! “Iya ga lagi deh. Ya udah sana pulang. Hush hush.” Tanganku bergerak, seperti isyarat mengusir. Tapi aku hanya bercanda kok. “Gitu deh. Ya udah aku pulang bye!” Chiko berjalan menjauh, aku menatap punggungnya sampai dia berbelok ke rumah disebelah kanan. Aku tersenyum, ya selama ini hanya Chiko yang mengerti.
Aku melirik jam tangan, pukul 4 sore. Aku lalu masuk ke dalam rumah. Dahiku mengernyit saat tau bahwa pintu depan tak dikunci. Sedikit terbuka membuatku bisa melihat sekilas seseorang yang tak lain adalah, “Bella!” teriakku histeris. “Bella, Bel, bangun jangan tinggalin kakak. Bellaaa hiks hiks hiks…” aku mengguncang-guncang tubuh Bella, adikku.
Esoknya…
Aku menangis sesenggukan, kakak macam apa aku ini. Aku bukanlah kakak yang baik. Harusnya aku menjaganya dan tidak membiarkan Bella sendirian di rumah. “ARGHH!!” Aku menekuk lutut, menyembunyikan wajah kacauku disana. Saat ini aku seperti orang tak waras, untung saja taman tempatku berada sepi. “Bi…” Panggil seseorang yang suaranya terasa familiar. Aku meliriknya, itu Chiko. “Kamu jangan gini Bi. Kamu mau Bella sedih diatas sana?” Tanyanya sembari mendudukkan diri disebelahku. Aku menggeleng. Chiko menghela nafas.
“Tapi… Kenapa aku? Kenapa ini terjadi sama aku? Kenapa bukan yang lain? Aku sendiri Ko, aku sendirian. Bella udah pergi menyusul orangtuaku. Hiks… Kenapa Ko? Ini terjadi hiks kenapaa?!” Ucapku frustasi. Chiko diam, membiarkanku meluapkan semua rasa yang selama ini kupendam. Tiba-tiba aku merasa pusing, semuanya terlihat kabur. “Bi… Kamu kenapa? Bi…?!” Sebelum kesadaranku menepis, aku masih bisa mendengar suara Chiko.
“Aww…” Ucapku saat membuka mata. Hey… Dimana aku? Tanyaku dalam hati. Aku menatap sekeliling, ada seseorang. Itu Nenek? “Nenek, aku kangen.” Ucapku sembari memeluk Nenek. “Nenek juga kangen sama kamu. Tapi kamu harus kembali ke tubuhmu Nak. Nenek, Orangtua kamu dan Bella disini selalu melihatmu, jangan bersedih akibat peristiwa yang kamu alami. Kamu tak sendiri Nak, ada seseorang yang menemanimu selalu.”
Aku tak mengerti dengan separuh ucapan Nenek. Baru ku akan bersuara untuk menanyakannya, aku melihat tubuhku sendiri yang diguncang oleh Chiko. “Nek tadi itu-” aku kembali menoleh ke arah Nenek, namun tak ada siapapun. Aku akhirnya memejamkan mata lalu…
“Kamu kenapa Bi? Jangan bikin aku khawatir, please…” Aku tersenyum mendengar ucapan Chiko. “Aku gapapa kok.” Chiko menghela nafas. Aku berusaha bangun dari ranjang tapi kepalaku terasa pusing. Aku meringis. “Hey jangan dipaksain dong!” Ucap Chiko sembari membantuku untuk duduk. “Jangan pernah pingsan secara tiba-tiba Bi. Aku takut itu terjadi saat aku ga ada disampingmu. Aku bawa kamu ke kamar ini supaya kamu bisa istirahat.” Untuk kesekian kalinya aku tersenyum karena perhatian Chiko.
Yaampun. Hantu itu datang lagi. Bukan hanya satu, tapi ada beberapa yang kembali menampakkan diri. Aku menunduk, untuk menghindari tatapan menyeramkan dari ‘mereka’.
“Kamu kenapa Bi?” Tanya Chiko heran. “Mereka datang.” Jawabku dengan suara pelan. “Kita harus cari tau kenapa mereka menampakkan diri Bi terutama kepada kamu. Terutama hantu yang kemarin kita lihat.” Sarannya kemudian. “Apa itu mungkin? Mereka banyak.” Ucapku sembari melihat sekeliling, “mereka pergi.” Aku menghela nafas, ini merupakan suatu kelegaan tersendiri bagiku karna hari ini aku sudah melihat ‘mereka’. Ya, satu kali sehari aku akan melihat atau bertemu dengan ‘mereka’.
Tamat