Ryena hanya bisa menghela nafas dan duduk sendirian di bawah pohon yang sangat rindang, seperti biasa ia harus menemani Syena saudara kembar identiknya, untuk berkencan dengan Arman. Sudah berkali-kali Ryena melarang Syena untuk berhubungan dengan lelaki bernama Arman itu.
Ryena akui, Arman adalah sosok lelaki idaman para wanita, tubuh proporsional dengan wajah tampan dan perilaku yang sangat baik, tapi…
“Syena…” panggil Ryena, sontak kedua orang yang sedang bercumbu ria di bangku taman menoleh ke arahnya.
“Sudah hampir maghrib, waktunya pulang, ayah dan ibu pasti khawatir ayo” ajak Ryena sambil mendekati Syena.
“Tapi.. aku masih ingin bersama dengan Arman” keluh Syena sambil merengkuh lengan Arman, Arman terkekeh sejenak. Dengan pelan, Arman melepas rengkuhan Syena dan menatapnya lembut.
“Pulanglah, orangtuamu pasti khawatir, besok kita bisa bertemu lagi di sini oke? Oh ya, aku perlu bicara dengan kakakmu” bujuk Arman, meski memasang bibir manyun, namun Syena tetap menuruti perintah Arman. Sementara Ryena menatap Arman tak suka.
“Baiklah, aku pulang, berjanjilah kita akan bertemu lagi besok” ujar Syena yang kemudian berjalan menjauh dari Arman, Syena mencekal tangan Ryena.
“Kamu jangan apa-apain pacar aku ya, meskipun kamu nggak suka sama Arman, kamu jangan melakukan hal yang macam-macam oke, aku tunggu di mobil” kata Syena yang diangguki malas oleh Ryena, perlahan Syena berjalan meninggalkan taman yang sepi pengunjung ini.
Hening.
Tak ada yang bicara, Ryena yang tak betah berlama-lama di dekat Arman pun bergeming hendak pergi, namun dengan sigap Arman menahan tangan Ryena.
“Ketahuilah, aku benar-benar mencintai adikmu. Tolong biarkan kami menjalin kasih, biarkan kami bahagia” ucap Arman memelas memohon kepada Ryena, dengan kasar Ryena menyentak tangan Arman.
“Ketahuilah, aku benar-benar mencintai adikku. Tolong biarkan dia hidup normal, biarkan dia bahagia” ucap Ryena menirukan ucapan Arman.
“Jika benar kau mencintainya, katakanlah sejujurnya, biar dia yang memutuskan akan tetap mencintaimu atau akan meninggalkanmu, dia layak hidup normal dan bahagia, dia hanya gadis tak berdosa. Jika kamu tidak mampu, pergilah dan menjauh. Coba kau renungi ucapanku barusan. Aku permisi, Syena sudah menunggu terlalu lama” seketika Arman terdiam mendengar ucapan Ryena, ia menatap punggung Ryena yang mulai menjauh dari pandangannya.
Sudah berbulan-bulan sejak pertemuan terakhir Syena dan Arman di taman itu, Syena tak lagi bertemu dengan Arman. Syena juga tak bisa menghubungi satu orang pun yang berhubungan dengan Arman, karena Arman tak memiliki teman atau semacamnya. Hingga Syena menyadari sesuatu, dengan tergesa-gesa Syena berjalan masuk ke kamar Ryena.
“HEI RYENA, APA YANG KAU KATAKAN KEMARIN KEPADA ARMAN?” bentak Syena mengagetkan Ryena, Ryena bangkit dari tidurnya.
“Aku mengatakan untuk pergi dan menjauh darimu” ujar Ryena berterus terang, Syena yang mendengar ucapan Ryena pun menjadi marah besar.
“Bukannya kamu tahu kalau aku sangat mencintai Arman? Kenapa kamu nglakuin ini sama aku Rye? Kamu kok tega sekali sama aku” tangis Syena meledak seketika, meski begitu Ryena tak merasa bersalah sedikitpun.
“Aku sudah mengatakan jika aku tidak menyetujui hubungan kalian, bahkan sejak kalian pertama kali berkenalan” kata Ryena. Syena terus saja menangis, tubuhnya luruh ke lantai tak kuasa menahan sedih di hatinya.
“Ini semua demi kebaikanmu Syena” ujar Ryena yang langsung menarik perhatian Syena.
“Apa katamu? Demi membuatku berlinang air mata itu baru benar” bentak Syena.
“Hei Syena, tak pernahkah kamu merasa aneh dengan Arman, Arman yang tak pernah berkunjung ke rumah kita, Arman yang hanya mau berada di taman yang sangat sepi pengunjung, Arman yang tak memiliki teman atau bahkan keluarga, Arman yang tak pernah…”
“CUKUP… Aku tak mau lagi mendengar omong kosong dari mulutmu Ryena, aku..”
“Baik, jika kamu menganggapku omong kosong, ikutlah denganku esok hari, kau akan tahu semuanya. Sekarang pergilah ke kamarmu, hapus air matamu dan cepatlah tidur” perintah Ryena dengan tegas.
Seketika Syena terdiam, ia kemudian berdiri keluar dari kamar Ryena tanpa sepatah kata pun dan melakukan apa yang Ryena perintahkan.
Syena tak percaya dengan apa yang matanya lihat sekarang. Beberapa meter di depannya terdapat sebuah makam yang baru saja ditaburi dengan bunga segar oleh seorang wanita paruh baya.
“Kenapa kamu membawaku ke sini?” tanya Syena kepada Ryena yang sedang membenahi kerudungnya yang berterbangan ditiup angin.
“Kamu tahu siapa wanita itu?” tanya Ryena yang dijawab dengan gelengan kepala Syena.
“Namanya Tante Mirna, beliau adalah ibunya Arman” kata Ryena masih menatap lekat ibu-ibu bernama Tante Mirna itu, Syena membelalakkan matanya tak percaya.
“Kamu manggil beliau Tante Mirna? Kamu kenal beliau?” Ryena tersenyum mendengar pertanyaan Syena, ia kemudian mengangguk.
“Apa kamu tahu itu makam siapa?”
“Tidak.”
“Itu adalah… makam Arman” Syena tersentak mendengar nama yang disebut Ryena, kepalanya berfikir keras tak mempercayai ucapan Ryena.
“Dulu, saat Arman masih hidup, kami berpacaran dan bahkan sempat merencanakan pernikahan kami” Syena melongo tak percaya, Ryena masih saja menatap Tante Mirna yang tengah membacakan do’a.
“Suatu hari, saat kamu memaksaku untuk menjemputmu karena kamu kabur dari rumah, dimana kita mengalami kecelakaan di jalan dekat taman tempat favorit kami dulu, yang kini menjadi tempatmu bercengkrama dengannya” Ryena tersenyum kecut, air matanya mulai menetes membasahi pipinya.
“Dan ternyata mobil yang kamu setir dengan ugal-ugalan itu menabrak sepeda motor yang Arman kendarai, Arman yang sempat masih bisa berdiri dan berjalan normal meski darahnya telah membasahi seluruh tubuhya, hendak menolongku, walaupun tubuhku terjepit dak kesakitan luar biasa, namun aku menyuruhnya untuk segera menolongmu.”
“Belum sempat ia menolongku, tepat saat ia tersenyum dan berkata akan menolongku, darahnya keluar dengan hebat dari mulutnya. Tubuhnya seketika ambruk dan kejang, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak bisa berbuat apapun, tubuhku masih terjepit. Hingga datanglah orang-orang menolongku, segera setelah aku keluar aku mendekati tubuh Arman yang ternyata… sudah tak bernyawa lagi.”
“Kamu tahu kan kalau aku bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat orang biasa? Disaat aku masih menangis meraung-raung, mataku menangkap sosok Arman yang tengah berjalan mendekatimu dan.. dan.. hhhhh aku tak kuasa lagi harus meneruskan cerita ini” jatuhlah pertahanan Ryena menahan tangisnya, Syena benar-benar bingung hendak mengatakan atau berbuat apa.
“Bukan maksud apa-apa aku melarangmu berhubungan dengannya, aku ikhlas asalkan kalian bahagia. Dengan catatan bahwa kalian adalah sesama manusia. Jadi jangan salah paham karena menentang hubunganmu dengannya” kata Ryena menjelaskan alasannya melarang hubungan antara Arman dan Syena.
“Pergilah temui Arman, aku akan mendo’akannya bersama Tante Mirna” ujar Ryena sesaat setelah menghapus air matanya, ia kemudian berjalan menjauhi Syena menuju makam Arman.
Syena hanya berdiri mematung, tubuhnya kaku, air matanya tak bisa lagi menetes. Apalagi mata Syena yang menangkap sosok tampan seorang Arman yang tengah berdiri di belakang Tante Mirna dan Ryena dan menatap lekat mereka.
Perlahan Arman beralih menatap Syena, dengan manisnya Arman memberikan senyuman hangat kepada Syena yang kaku tak bisa bergerak.
Perlahan pula sosok itu pudar seiring jarak Arman dan Syena yang semakin dekat.
“Berbahagialah, aku mencintaimu dan maaf… aku juga masih mencintai Ryena, dan maaf pula aku akan meninggalkan dunia, semoga kamu dan Ryena bisa bahagia selamanya.”
Kata-kata manis dan menyakitkan itu adalah kalimat terakhir yang Syena dengar dari bibir merah Arman, hari itu pula, hari terakhir matanya bisa melihat sosok Arman.
Setelah hari itu, semuanya kembali berjalan seperrti biasanya. Kerukunan antara Syena dan Ryena bertambah erat.
Seperti biasa, keduanya kembali berjalan menuju kampus yang selalu menyapa mereka dengan terkelupasnya cat-cat di dinding yang telah usang.
Di tengah canda mereka, tiba-tiba seorang lelaki menabrak mereka, silabus dan buku-buku yang Ryena bawa pun berjatuhan, Syena dan lelaki itu pun membantu merapikan bukunya.
“Maaf ya menabrakmu, kenalkan, namaku Imran” lelaki itu tersenyum sambil mengulurkan tangan, seketika Ryena dan Syena terbelalak.
“Arman?”
Tamat
Leave a Reply