Aku memperhatikan lukisan seorang wanita bangsawan yang tengah berkuda, Bersama kedua sahabatku Haruka dan Chaithly, kami sedang berjalan melewati lorong utama yang menghubungkan antara Xies High School dan asrama Xies.
Di jam terakhir ada pelajaran tambahan oleh Mr. Andrew jadi kami sedikit terlambat kembali ke asrama, para siswa sekelas kami yang lain sudah pasti melewati halaman depan karena takut akan rumor yang tersebar tentang lorong berlampu redup itu.
Rumornya mengatakan bahwa disaat kau melewati lorong itu dengan pikiran kosong kau akan dirasuki arwah seorang gadis bernama Ellery yang dulu adalah siswa terpopuler di Xies High School, dia meninggal di lorong itu dengan luka tusuk di bagian dada dan perut tanpa tau siapa dalang di balik insiden ini, semua orang menyimpulkan bahwa Ellery meninggal akibat bunuh diri.
“sudah kukatakan, kita harusnya ikut dengan yang lain lewat halaman depan.. ayo! Lebih baik kita kembali saja!” tukas Haruka sambil menarik-narik tangan kiriku.
“hei, dasar penakut! Kita sudah melewati seperempat bagian lorong.. dan kau memilih untuk kembali?” Chaitly-lah yang menjawab.
Haruka hanya bisa diam membisu, aku bisa melihat betapa takutnya dia, “Haruka.. ayolah tak apa kau harus berani, ada kami di sini..” aku tak tahu apakah perkataanku itu bisa menghibur Haruka atau tidak tapi tak ada salahnya menenangkan sahabatmu yang ketakutan, kan?
Haruka tak mengindahkan kata-kataku, tangannya masih terlihat gemetar, Chaitly tersenyum kecut seraya mempercepat langkahnya meninggalkanku dan Haruka yang ketakutan.
Sejujurnya, walaupun dari tadi aku terus menghibur Haruka tetapi tetap saja aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku sama takutnya dengan Haruka. Ini semua ajakan Chaitly yang menganggap kami penakut.
“Rowena..” panggil Haruka.
“eum?” tanyaku tanpa menoleh ke arah dirinya.
“bruuk..” dalam sekejap Haruka rebah tepat di bawah kakiku, “Harukaaa!”
Chaitly menoleh, dan segera berlari ke-arahku dan Haruka, “apa yang terjadi?” tanya Chaitly khawatir, tetapi aku tahu, kekhawatiran Chaitly tidak ada apa-apanya dibanding kekhawatiranku kepada Haruka.
“panggil seseorang! Cepat!” pintaku, Chaitly mengangguk dan dalam hitungan detik ia sudah melewati keseluruhan lorong hingga sekarang enyah dari pandanganku.
Kini aku sadar bahwa hanya ada aku, dan Haruka yang tengah pingsan di dalam sini, sisanya tak ada siapapun, itu sama saja hanya ada aku yang ketakutan di dalam sini.
Dua menit berlalu, Chaitly tak kunjung datang, kini aku hanya bisa diam dengan secercah harapan agar Chaitly cepat datang, dan aku tak sendirian lagi.
Aku menyandarkan punggung di dinding. Tapi entah bagaimana aku merasakan tengkukku basah saat menempelkannya pada dinding, dengan refleks tanganku bergerak ke-arah tengkuk dan mulai meraba-raba.
Tak ada apapun di sana kecuali, darah.
TAMAT
Leave a Reply