Makam Tersembunyi

Namaku Hasan bin Novanto. Aku seorang petugas security sebuah pabrik sepatu kulit yang berada dekat dengan sawah. Belakang pabrik ini adalah tanah kosong yang amat luas. Aku telah bekerja di pabrik selama 5 tahun lebih. Sekarang umurku 38 tahun. Sering kudengar cerita-cerita horor dari para pekerja seperti suara orang menangis, arwah karyawan yang bergentanyangan, namun tak ada satupun yang terbukti benar. Menurutku itu semua hanyalah cerita untuk menjahil-jahili saja. Saat aku shift malam tak ada satupun kejanggalan terjadi sehingga itu membuatku makin tidak takut dengan cerita-cerita aneh dari para pekerja.

Suatu hari listrik di pabrik mati sehingga para pekerja dipulangkan lebih awal. Aryo si bos pabrik menghampiriku “Hasan, hari ini listrik di pabrik mati, jadi saya pulangkan pekerja lebih awal.”
“Baik bos.” kataku mengangguk
“Oh iya. Kamu tetap jaga di sini sampai nanti sore. Kalau si Parman dah dateng kamu boleh pulang” kata bos Aryo
“Baik bos. Laksanakan!” kataku hormat

Langit telah berwarna kemerahan. Udara dingin menghembus menusuk kulit. “Aneh sudah jam setengah lima kok belum dateng nih si Parman? Awas ya kalo udah dateng akan kutakut takuti dia dengan cerita yang aneh aneh.” kataku agak kesal.

Tiba-tiba ada bayangan seseorang dari arah barat. Aku kaget tiba-tiba orang itu menghampiriku dan bertanya padaku “Permisi nak, bolehkah kakek masuk dan nyelawat?”
“Nyelawat? Tapi di sini kan tidak ada pemakaman sama sekali?” kataku kaget sekaligus heran
“Tapi nak, kakek masih ingat kalau di sini itu makam ayah kakek.” kata si kakek
“Aduh, nih kakek pikun banget sih! Udah jelas-jelas ini pabrik malah dibilang pemakaman.” gumamku kesal “Kek… Mungkin kakek salah tempat. Ini tuh pabrik bukan pemakaman, kakek bisa lihat sendiri kan.” kataku sambil menunjuk pabrik
“Tapi nak, kakek tidak pikun dan kakek tidak buta, dan kakek masih ingat kalau ini makam ayah kakek.” kata kakek menegaskan
“Keras kepala banget sih nih kakek! Mau gak mau harus diusir nih kakek, biar gak mengganggu kinerja pabrik.” gumamku “Kakek lebih baik pulang saja sekarang sudah malam.” rayuku
“Tapi nak, arwah ayah kakek nanti sedih kalau tidak dikirimi do’a.” kata kakek bersikeras

Setelah 10 aku mencoba merayu kakek itu, aku pun punya ide “Bagaimana kalau kakek berdo’a di sini saja, kan do’a bisa di mana saja.” kataku
“Baiklah nak, kakek di sini saja.” kata kakek pasrah

Akhirnya kakek itu menghamparkan anyaman tikar yang sudah dipikulnya sedari tadi dan ia mulai membaca do’a. Setelah 10 menit kakek itu pun pamit.

“Aneh sekali kakek itu, padahal sudah jelas jelas ini pabrik kok dibilang pemakaman. Yahh untung niat kakek itu baik dan tak terlalu lama berdo’a nya.” gumamku

Tak lama kemudian datanglah Parman dengan sepeda motor bebek miliknya. “Oi darimana saja kau? Aku nunggu kau sampai jenggotan.” kataku kesal
“Wah maaf, aku tadi terjebak macet di perempatan.” katanya sambil memarkir sepedanya
“Haduhh lain kali jangan sampai telat lagi. Kuadukan ke bos kau nanti.” kataku mengancam
“Iya maaf gak akan kuulangi lagi deh.” kata Parman
Akupun mengemas peralatanku, tiba-tiba aku teringat sesuatu “Oh iya. Kunci rumah ketinggalan di wc tadi. Bentar aku ke wc dulu buat ambil kinci.” kataku sambil bergegas ke wc pabrik
“Jangan lama-lama!” seru Parman kepadaku

Aku pun masuk ke wc “Aha itu dia! Untung saja ketemu, kalau hilang bisa gawat nanti.” kataku senang.
Saat aku berjalan keluar, aku melihat seorang pria dengan seragam kerja warna biru “Eh pak udah malem kok belum pulang?” sapaku.
Namun pria itu melewatiku begitu saja seolah tak mendengarku. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan menoleh ke arahku “Iya bapak juga hati-hati ya.” kata pria itu dingin.
Ia berjalan ke dalam salah satu ruangan dan menghilang “Aneh sekali orang itu.” kataku sambil keheranan memandang ruangan yang dimasuki pria itu.

Saat aku menoleh ke depan seorang pria dengan wajah oucat pasi berada di depanku. Akupun terjatuh karena kaget “Aduh kenapa sih tiba-tiba ngagetin” teriakku sambil merasa sakit di bokongku
Pria itu menjulurkan lidahnya, lidahnya makin panjang, makin panjang. Bola matanya berwarna putih. Ia mendekat ke arahku. Akupun meganyunkan pentunganku dan mengenai kepalanya. Akupun lari secepat mungkin keluar dari pabrik. Aku pun berlari ke arah Parman

“Ada apa kok lari-lari? ” tanya Parman
“I i itu tadi ada ha ha hantu.” kataku terbata bata
“Ohh kau sudah tahu rupanya.” kata Parman
“Ta tahu apa?” tanyaku
“Kamu bertemu dengan kakek kakek kan?” tanya Parman
“I iya” kataku mengangguk
“Arwah yang kamu lihat itu sebenarnya bapaknya si kakek itu, lidahnya panjang karena ia mati bunuh diri dengan cara gantung diri. Katanya si kakek itu dulu ini makamnya namun aku juga tidak tahu di mana jasadnya.” jelas Parman “Pasti kau tadi mengusir kakek itu kan?”
“I iya, tadi aku menyuruhnya berdo’a di luar.” kataku
“Sebaiknya jangan, awalnya aku juga kaget namun setelah diberitahu si bos aku jadi tahu mengapa kakek itu setiap hari kamis selalu datang ke sini.” kata Parman
“Aneh, mengapa aku tidak diberitahu oleh bos?” tanyaku
“Itu karena kamu masih baru, jadi lain kali kalau kau bertemu kakek itu jangan diusir biarkan kakek itu masuk pabrik.” kata Parman
“Ohh begitu, terima kasih nasihatnya, aku akan melaksanakan perintahmu tadi.” Kataku
“Sudah pulang sana matahari mau tenggelam loh.” kata Parman
“Ya terima masih nasihatnya.” kataku sambil menaiki sepeda

Aku pun mengayuh sepedaku menuju rumahku. Sejak saat itu aku talk lagi mengusir kakek itu, dan selalu menghirmati dan tidak meremehkan omongan orang tua.

Tamat


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *