Hari itu begitu sangat berat baginya, rasa kesal yang mendalam padanya terasa sangat kuat. Rasa amarah yang tidak tau harus diarahkan kemana menbuat ia menjadi seseorang yang menyebalkan. Ia berjalan pulang dari sekolahnya. Rasa panas dan membakar dalam dirinya yang menguap tiba-tiba hilang akibat guyuran hujan yang begitu derasnya. Ia tetap melangkangkan kakinya selangkah demi selangkah sambil sesekali menghadap ke atas untuk merasakan dinginnya air hujan yang membasahi seluruh wajahnya, Ia tak peduli dengan apa yang terjadi ketika badannya basah kuyup. Ia hanya memikirkan bagaimana tenangnya dalam keadaan dingin seperti ini.
Tak terasa ia berjalan begitu jauh, ia kebingunan karena jalan tanpa tentu arah, ternyata ia telah salah jalan pulang ke rumah. Ia memandang ke sekeliling yang terasa sangat aneh baginya suasana yang begitu menyebalkan menurutnya, keramaian yang sangat berisik membuat suasana hatinya kembali menjadi tak tentu.
Ia melihat ke tangannya untuk melihat jam, waktu menunjukan pukul 13.40. Tak terasa ia telah berjalan selama 40 menit. Tidak ada rasa lelah di wajahnya karena yang ada dalam pikirannya hanya rasa kesal yang tak henti-hentinya dari tadi.
Ia terus bertanya dalam hatinya
Kenapa bisa terjadi
Apa yang salah?
Sudahlah…
Ia berjalan dengan perlahan memperhatikan keaadan, banyak orang lalu lalang tanpa henti, ada yang berteriak-teriak “lima perak dapat 3, lima perak dapat 3…” ada yang tawar menawar dengan bercanda, ada kepulan asap yang beragam baunya, Ia baru sadar ia sedang berada di pasar. Rintik hujan masih belum usai, langit masih belum lega begitupun ia. Jalanan yang sangat kumuh wajarnya pasar tradisional. Keadaan yang basah kuyup menyebabkan ia merasa sangat dingin, ia pun dengan langkah yang cepat menghampiri seorang penjual.
“permisi Bu, ini namanya pasar apa ya?” dengan wajah yang terpksa tersenyum
“pasar *****” dengan suara yang sangat lembut
Ia pun kaget ternyata itu adalah pasar yang tak pernah ia tau ada di daerahnya.
“terima kasih ya bu” ia membalas dengan tersenyum kecil
Ia pun makin bingung karena pakaian yang dipakai orang-orang terasa sangat aneh, tak ada yang memakai alas kaki. Ia pun baru sadar kalau ia berada dalam keanehan.
Semua laki-laki hanya bertelanjang dada dengan hanya mamakai celana pendek, para perempuan pun hanya memakai kain yang menutupi bagian atas dan bawahnya. Ia pun terasa sangat aneh ia berlarian kesana kemari dan tidak melihat rumah-rumah dari tembok seperti biasanya, jauh mata memandang ia hanya melihat tampak pohon-pohon tinggi.
Ia mencoba memejamkan mata, bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
dimana? apa yang sedang terjadi padaku?
Apa aku sudah mati? kenapa secepat ini? ah itu tidak penting
Aku harus berbuat apa? aku harus alasan ke mama apa? ini sudah sangat lama, mama pasti kuatir.
Semua yang ia pikirnya seketika itu hilang karena ada seseorang yang menepuk bahunuya
“hei, bajumu kok aneh?`”
Ia pun tersentak karena kaget “apa? kamu siapa? ini dimana?”
“itu apa yang sedang kamu bawa di punggungmu? bentuknya bukan seperti pedang ataupun cangkul?”
“kamu siapa? sebenarnya apa yang sedang terjadi? ini dimana?” dengan nada sedikit tinggi dan kesal
“itu yang kamu pakai di kakimu apa? kok bagus, aku belom pernah melihatnya”
“sudahlah berhenti melihatku” ia pun bernada semakin tinggi
“oh iya maaf, kamu tadi nanya apa?” dia berbicara dengan memakan sesuatu
Ia melihat ke arah orang di depanya, ia melihat orang itu sedang makan sebuah tangan, dimulai dari jari-jari yang diemut kemudian dikunyah begitu lahapnya.
“krauk-krauk`” darah dari tangan itu masih begitu segar, ia melihat seseorang itu dengan ketakutan, Ia makin bingung apa yang sedang terjadi, ini sebenarnya pasar apa?
Kamu siapa?
Orang di depannya pun menjawab sambil tersenyum dan tertawa kecil
“aku bukan siapa-siapa”
Tamat
Leave a Reply