Aku tetap berjalan kukuh sambil memeluk diriku sendiri. Jaketku pun bahkan tidak mampu melindungi diriku dari hembusan angin. Sore itu menjelang maghrib. Seluruh anak teater sudah meninggalkan sekolah, kecuali Kak Genggi—bendahara teater. Perempuan manis berambut sebahu dengan postur badannya yang tinggi tegak mampu kukenali dari kejauhan. Kupanggil dirinya yang jauh membelakangiku. Dia tidak menoleh sama…