XII IPA 2

XII IPA 2

Sang surya perlahan memperlihatkan kekuasaannya untuk menyinari dunia yang sangat luas menggantikan tugas sang rembulan. Terlihat seorang gadis mengenakan pakaian sekolahnya, putih abu-abu sedang menunggu temannya.
Gadis yang biasa disapa Alfa sedang menghampiri Dina yang sedang berdiri di teras rumah menunggu kedatangannya.

“Hi, Dina udah nunggu lama?” tanyanya pada Dina.
“Nggak juga sih, ya udah yuk berangkat udah nggak sabar masuk ke sekolah baru kita.” ajak Dina sambil berlalu meninggalkan temannya.
“Ya sama gua juga, tapi gua nggak usah lo tinggalin gini juga kali.” mempercepat langkahnya agar berjalan sejajar dengan Dina sambil memanyunkan bibirnya.
“Lo nya aja kali yang lelet.” ucap Dina bercanda padanya.
“Iya aja deh.” kini dia yang meninggalkan Dina.

Gedung berwarna hijau dengan dinding kaca di sebagian gedung itu. Sebuah taman indah yang terlihat di depan gedung membuat suasana terasa sejuk. Kini Dina dan Alfa berjalan menelusuri gedung itu yang tak lain adalah SMA Advent, lebih tepatnya sekolah baru mereka. Mereka berdua terus berjalan untuk mencari dimana letak kelas mereka, setelah melihat papan kecil di atas kecil bertulisakan “X.5” mereka langsung memasuki ruangan itu.

“Ini dia kelas kita, Din.” ucap Alfa sambil berlalu memasuki kelas.
“Hmbb, lumayan bersih dan nyaman.” ucap Dina sambil melihat-lihat isi kelas dan duduk di samping Alfa.

Setelah satu semester berlalu anak-anak bersekolah di Advent, sekolah kami pun mengadakan PTB (Pelantikan Tegak Bantara) yaitu salah satu acara kepramukaan di sekolah kami. Mereka semua dianjurkan menginap di sekolah.

“Din gua males dah kalo acara ginian, bawaannya rempong.” ucap Alfa ketika mereka akan berangkat PTB.
“lo kira gua kaga.” ucap Dina mengiyakan ucapan Alfa.

Sesampainya di sekolah, disana sudah terlihat ramai dengan anak-anak Advent yang membawa barang-barang yang cukup banyak, seperti Dina dan Alfa. Setelah semuanya sudah berkumpul dan para kakak-kakak senior memerintahkan juniornya untuk membuat tenda.

“Ah tuh senior cuman merintah aja, bantuin napa.” celetuk Alfa.
“Sttt, nanti seniornya denger.” ucap Dina pada Alfa yang selalu berkata tanpa berpikir dahulu.
“Biarin.” ucap Alfa tanpa rasa bersalah dan dia mengeraskan suaranya, sehingga mengundang perhatian senior yang ada di sekitar mereka.

“Ada apa dek, ada yang bisa kakak bantu?” tanyanya ramah.
“Nggak kak, makasih.” ucap Dina gugup.
“Ya udah, lain kali kalo bekerja jangan banyak bicara, OK.” langsung pergi.

“Ah kenapa lo nggak minta bantuan sama dia Din.” ucap Alfa dengan sedikit kecewa.
“Biarin aja kita kerjain sendiri.”
“Terserah lo aja deh, eh kenapa kalian liatin kita kayak gitu.” kata Alfa sambil menatap teman kelompoknya.
“Nggak.” jawab seorang dengan singkat padat dan jelas.
“Udahlah Fa.” ucap Dina menenangkan Alfa.
“Yayaya.” kata Alfa mengakhiri perbincangan mereka.

Malam harinya kami semua berkumpul di halaman sekolah untuk melakukan upacara Pelantikan Tegak Bantara. Semua junior baris dengan rapi dan senior yang tidak bertugas, mereka menjaga di belakang junior untuk berjaga-jaga apabila ada diantara junior yang sakit. Setelah semuanya siap upacara pembukaan Pelantikan Tegak Bantara pun dimulai.
Malam ke-dua PTB merupakan malam yang paling dinantikan untuk para pemberani, karena dimalam ke-dua semua junior akan diuji keberaniannya.

“Eh Din, gua takut nih.” bisik Alfasaat mereka akan memulai kegiatan Jurit Malam.
“lo kira gua kagak takut Fa.” ucap Dina tak mau kalah dengan Alfa.
“Yahhh, kalo lo juga takut kita gimana dong.” protes Alfa.
“Udah diem, kita jalani aja. Tuh seniornya udah mau ngomong.” jawab Dina sedikit kesal.
“Iya iya iya.” diam seribu bahasa.

Semua kelompok sudah siap melakukan Jurit Malam. Satu persatu kelompok dilepas menuju suatu tempat untuk melakukan tugas dari senior. Setelah selesai Jurit Malam semua junior kembali ke sekolah dan melakukan uji nyali. Junior disuruh mengambil logo Bantara dan juga Gudep di suatu tempat.

“Din, beneran deh gua takut banget.” keluh Alfa saat mereka memasuki ruang kelas.
“Ah elo Fa, jangan bikin gua jadi takut juga dong.”
“Eh Din, gua merinding nihhhh. Keluar aja yuk Din, gua takut.”
“Udah, lo tenang aja nggak ada apa-apa kok. Jangan bikin gua takut lagi Fa.”

Decitan pintu kelas mulai menggema di seluruh ruangan. Perlahan tapi pasti pintu kelas itu mulai tertutup dan “BRUK” pintu kelas itu benar-benar tertutup rapat dan di dalam ruang kelas hanya ada mereka berdua. Alfa dan Dina benar-benar ketakutan.

“Aaaa Dinaaa, tuh pintu kenapa gerak sendiri.” memegang lengan Dina dengan erat.
“Kena angin kali, udahlah positive thinking aja.” mencoba menutupi ketakutannya.
“Angin gimana coba, tuh gorden kelas aja kagak gerak.” melirik ke arah jendela.
“Au ah, ya udah buruan kita cari gudepnya.” mulai melangkah maju.
“Iya deh.” menjawab dengan suara gemetar.

Angin malam mulai hadir membuat udara dingin mulai merasuk ke dalam tubuh menusuk tulang rusuk.

“Dinaaaaaaaaaaa, it…itu di sam..samping.. pin..pintu aaaa..apaaan Dinaaaaa.”
“Oh My God.”

Seorang perempuan yang mengenakan baju pramuka lengkap, dia seperti senior di SMA Advent. Tapi, wajahnya sangat berantakan. Banyak darah berlumuran di wajahnya dan juga pada bajunya. Wajahnya terlihat pucat dengan tatapan mata yang tajam. Rambutnya yang tergerai terlihat sangat kusut. Bau anyir langsung menyebar di dalam ruangan.

“Dinaaa, gua takut udah gitu bau anyir banget.” bersembunyi di balik punggung Dina.
“lo kira gua kagak Fa, iyalah bau anyir lo gak liat banyak darah di mukanya.”
“Ehhh, dia mau deketin kita Din gimana nih.” ketakuatnnya semakin meningkat.

Sang gadis itu mulai melangkahkan kakinya perlahan mendekati Alfa dan Dina. Dia sedikit mendesis dan terus melangkah mendekati Alfa dan Dina. Bau anyir mulai menguat di hidung Alfa dan Dina, karena gadis itu sudah sangat dekat dengan mereka.

“Aaaaaaaaaa.” teriak Alfa dan Dina bersamaaan.

Kegiatan PTB selesai di hari ketiga, semua anak-anak Advent sudah resmi menjadi Penegak Bantara. Hari berikutnya semua siswa menjalani kegitan seperti biasa, berangkat pagi pulang sore.

Semua anak Advent gempar dengan berita bahwa salah seorang teman mereka melihat hantu seorang perempuan di salah satu ruang kelas di Advent. Mereka melebih-lebihkan bahwa kelas itu merupakan kelas angker yang dihuni oleh banyak makhluk halus.

“Eh Din, emang kita kemarin masuk ke ruang kelas berapa?” tanyanya saat duduk di taman sekolah.
“XII-IPA.2, why?”
“Gak, gua cuman nanya.”
“lo berfikiran kayak mereka juga.”
“Iya gitu deh.” menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
“lo tau nggak hantu kemarin tuh siapa?”
“Eh, lo nggak usah bahas itu lagi deh.”
“Dia tuh senior kita dulu yang meninggal gara-gara kecelakaan dannn..”
“DINAAAA, udah deh.”
“Dia tuh CINTA banget sama pramuka, jadi lo jangan main-main sama pramuka.”
“Ah lo nyebelin deh Din.” langsung berlari ke kelas.
“Dasar penakut lo Fa.”

Saat Dina melihat ke ruang kelas XII-IPA.2 dia melihat sosok itu kembali dan dia tersenyum padanya. Mungkin karena Dina menyampaikan pesannya bahwa semua anak Advent tidak memandang sebelah mata apa itu pramuka.

“Aaaaaaaaaaa.” pingsan di tempat.

Tamat


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *